Total Tayangan Halaman

Kamis, 19 Mei 2011

kisah sahabat nabi

 ABU BAKAR AS-SHIDIQ

Rasulullah bersabda kepada Abubakar As-Shidiq ra : “ Aku melihat dalam mimpi bahwa kita menaiki sebuah tangga, pada akhirnya aku mendahului dua langkah didepan engkau” , lalu dijawab oleh Abubakar : “ Wahai Rasulullah, Allah Yang Maha Kuasa akan memanggil Jiwamu ke haribaanNya, dan aku akan hidup dua atau satu setengah tahun lagi setelah engkau meninggalkan dunia ini”

Mimpi Rasulullah dan perkataan Abubakar tersebut menjadi kenyataan, Ternyata beliau menjadi Pemimpin menggantikan Rasulullah selama 2 tahun 3 bulan.

Suatu prestasi yang begitu besar dalam sisa hidupnya sepeninggal Rasulullah telah dicapai. Beliau telah berhasil menumpas orang-orang Arab yang Murtad dan memberontak, membuat mata dunia terbelalak ketika berhasil menembus dua Imperium besar yang ketika itu menguasai dunia dan menentukan arah kebudayaannya yaitu Persia dan Rumawi. Kedaulatan itu pula yang mengemban peradaban dunia selama berabad-abad lamanya.

Pada hari Senin 22 Agustus 634 didalam sakitnya Abubakar ra berkata

“ Dan datanglah sakratul maut yang membawa kebenaran : “ Inilah yang dulu hendak kamu hindari”.

Setiap yang punya unta akan diwariskan
Dan setiap barang rampasan akan dirampas
Setiap yang kehilangan akan kembali
Tetapi hilang dengan kematian tak akan kembali

“ Tuhan ….. ambillah nyawaku sebagai orang yang berserah diri (sebagai muslim) dan tempatkanlah aku bersama orang-orang yang saleh”.

Ketika mengetahui Abubakar ra wafat Sahabat beliau Ali Abu Talib ra, berkata sambil menangis :

“ Abu Bakr, semoga Allah memberi rahmat kepadamu, Engkaulah orang pertama masuk Islam, dengan iman yang begitu murni. Keyakinan yang kuat dengan kekayaan yang terbesar. Engkaulah yang sangat memperhatikan Rasulullah SAW, dan sangat perduli terhadap Islam. Besar sekali pengorbananmu hendak melindungi umat. Engkaulah yang terdekat dengan Rasulullah dari segi akhlak, kemuliaan, sikap dan pandanganmu terhadap agama.

Semoga Allah memberi balasan baik kepadamu, demi Islam, demi Rasulullah dan demi segenap umat Muslimin. Engkau sudah percaya kepada Rasululullah tatkala orang masih mendustakannya, engkau begitu dermawan dan murah hati dikala orang sangat kikir kepadanya. Engkau yang selalu bersamanya sementara orang lain masil bermalas-malas.

Allah telah memberimu gelar As-Siddiq dalam KitabNya: “Orang yang membawa kebenaran dan yang membenarkannya (QS 39,33). Yang dimaksud adalah Muhammad dan engkau. Demi Allah engkau adalah benteng Islam dan malapetaka bagi si kafir.

Peganganmu dan alasanmu tidak sesat, wawasanmu tak pernah lemah dan engkau tak pernah menjadi penakut. Engkau seperti gunung yang tak tergoyahkan oleh badai dan topan, tak remuk karena benturan halilintar. Engkau seperti dikatakan Rasulullah saw, lemah dalam jasmani, kuat dalam agama, rendah hati dalam dirimu, agung dalam pandangan Allah, mulia di bumi, besar di mata kaum Muslimin.

Engkau tak tedorong ambisi dan nafsu, orang yang lemah, dimatamu adalah kuat, orang yang kuat, dalam pandanganmu adalah lemah, sesudah kau ambil hak si kuat dan kau berikan kepada si lemah.

Semoga Allah memberikan sebagian pahalamu kepada kami dan tidak tersesat karena kami jauh darimu. “


Seorang Aisyah, sebagai putri beliau dan sebagai Istri dari Rasulullah saw berkata :

“ Ayahanda, semoga Allah melimpahkan cahayaNya ke wajah mu, dan memuji segala usahamu yang sangat bermanfaat. Engkaulah orang yang tak terpesona oleh gemerlapnya dunia, dengan cara menjauhinya, engkau menjunjung tinggi kehidupan akhirat, dengan hati terbuka menyambutnya.

Kalau ada rasa duka terbesar dalam menimpa kami setelah ditinggal Rasulullah saw, maka duka inilah, dan kalau ada peristiwa terbesar yang terjadi sesudahnya karena kehilanganmu ini pula.

Dengan bersabar atas kepergianmu, Kitabullah menjanjikan ganti yang terbaik kepada kita. Aku siap melaksanakan janji Allah tentang engkau dengan bersabar, dengan meminta pertolongan dengan banyak istigfar untukmu.

Semoga Allah memberikan keselamatan kepadamu, aku melepasmu tanpa rasa dendam
, tanpa rasa kesal atas takdir yang terjadi terhadapmu


Seorang sahabat Umar bin Khatab berkata :

“ Wahai Khalifah Rasulullah!! Sepeninggalmu, sungguh ini suatu beban yang sangat berat yang harus kami pikul. Sungguh Engkau tak tertandingi, bagaimana pula hendak menyusulmu??


Ässalamualaika wahai Abu bakar………

Allah telah menguji setiap khalifahNYa….
Berkat keimanan dan keteguhan engkau
Kami kaum Muslimin dapat berdiri tegak
Penuh daya hidup untuk mengarungi dunia
Untuk menuju tingkat peradaban yang tinggi
Sesuai dengan martabat manusia.

Engkau dipertemukan dengan Rasulullah dalam Iman
Kini engkau dipertemukan dengan kematian.
Perjuanganmu bersamanya sungguh melelahkan
Semoga Allah memberikan kemuliaan bersamanya

---------- Post added at 02:49 ---------- Previous post was at 02:47 ----------

Nabi Muhammad SAW, pernah bersabda : “ Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan salah seorang dari Amr bin Hisyam atau Umar bin Khatab”. Allah SWT telah mengabulkan doa beliau dengan masuknya Islamnya Umar bin Khatab sekitar tahun 616. Rasulullah SAW telah mengetahui akan keunggulan-keunggulan yang dimiliki Umar, pemuda yang gagah berani, tidak mengenal takut dan gentar, mempunyai ketabahan dan kemauan keras, demi untuk kepentingan perjuangan Islam, maka Rasulullah SAW memanjat doa kepada Sang Pencipta.

Beliau adalah Sahabat Rasul terdekat dan menjadi khalifah ke dua al-Khulafa-ar-Rasyidin., lahir dari suku Adi yang terpandang mulia dan mempunyai martabat tinggi di kalangan Arab, suku ini masih termasuk rumpun Kuraisy. Masuknya Umar binKhatab diikuti putra sulungnya, dan istrinya.

Masuknya Umar bin Khatab kedalam Islam membuka jalan bagi tokoh-tokoh Arab lainnya untuk masuk Islam. Saat itu berbondong-bondonglah orang masuk Islam, dalam waktu singkat pengikut islam berkembang dengan pesat. Umar telah membawa cahaya terang dalam permulaan perjuangan Islam. Dakwah Islam yang biasanya sembunyi-sembunyi kini dilaksanakan secara terang-terangan. Umar menjadi pelindung dan pembela umat Islam pada saat itu dari segala gangguan.

Ibnu Asir mengungkapkan bahwa Abdullah bin Masúd berkata :” Islamnya Umar adalah merupakan suatu kemenangan, hijrahnya adalah suatu pertolongan, dan pemerintahannya adalah rakhmat”.

Semula Umat Islam tidak berani mendirikan Shalat secara terang-terangan, takut akan dianiaya oleh kafir Kuraisy, tetapi setelah itu mereka dapat beribadah dengan leluasa tanpa tertekan, “ Umar telah menunjukkan kesetiaan dan pengabdiannya tanpa pamrih demi kejayaan Islam, seolah-olah ia hendak menebus segala kesalahan dan dosa yang diperbuatnya pada masa jahiliyah”.

Beliau sangat dekat dengan Rasulullah SAW, sampai Rasul bersabda :” Andaikata masih ada Nabi sesudahku, Umar lah orangnya”. Rasul memberikan gelar untuk Umar dengan gelar al-Faruq (Pembeda/pemisah). Artinya adalah Allah SWT telah memisahkan dalam dirinya antara yang hak dan yang bathil. Hanya Umar yang berani mengemukakan pendapatnya dihadapan Nabi SAW, bahkan ia tidak segan menyampaikan kritik untuk kebaikan dan kemaslahatan umat Islam.

Diriwayatkan ketika ia bersama Nabi SAW di dekat Ka’Bah, Nabi SAW menunjukkan kepadanya maqom Ibrahim. Seketika Umar bertanya apakah disitu boleh mendirikan Shalat? Nabi SAW menjawab bahwa hal itu belum diperintahkan. Lalu hari itu juga turun wahyu yang membolehkan Shalat di maqom Ibrahim itu.

Pada saat lain Umar mengusulkan kepada Nabi SAW agar memerintahkan kepada Isteri-Isterinya untuk memakai tirai, maksudnya agar berbicara dengan tamu-tamunya dari belakang hijab, sebab menurut Umar, yang berbicara dengan mereka bukan saja orang baik-baik melainkan juga ada orang jahat. Tak lama kemudian turunkah ayat tentang hijab yang membenarkan pendapat tentang Umar.

Pandangannya yang jauh ke depan, keluwesan dan keadilannya, membuat orang senang menerima pendapatnya. Hal ini terlihat pada hari wafatnya Rasulullah SAW, terjadi saat itu juga perselisihan antara kaum Anshar dan Kaum Muhajirin di Saqifah, malah kaum Anshar telah membaiat khalifah pengganti Rasulullah SAW. Umar dengan tangkasnya melerai perselisihan, yang berahir dengan pengangkatan Abu Bakar.

Dia adalah orang pertama yang mencetuskan pengumpulan Ayat Al-Quran pada masa kekhalifahan Abu Bakar. Sebagai Khalifah beliau terkenal dengan sangat adil dalam menjalankan pemerintahannya, memperlakukan sama terhadap seluruh lapisan masyarakat. Pernah seorang gubernur Mesir dadili dan ternyata dinyatakan bersalah, maka ia menghukumnya dengan cara menyuruh penduduk yang teraniaya membalasnya sesuai dengan perlakuan yang diterimanya. Ia berkeliling mengamati keadaan rakyatnya, khawatir ada yang ditimpa kesulitan dan kelaparan. Tak segan dengan memberikan bantuan langsung, bahkan mengangkat sendiri bahan makanan yang akan dibagikannya.

Didalam pemerintahan dia melakukan pembaruan dengan membentuk dan memisahkan kekuasaan-kekuasaan pemerintahan. Didalam Fiqih beliau banyak melakukan Ijtihaj. Yang sekarang masih ada kenangan dari beliau adalah Kalender Hijrah, yang merupakan salah satu ijtihajnya.

Tragis memang beliau akhirnya, ketika beliau berhasil dalam mengibarkan panji-panji Islam, mengundang iri dan dengki musuh-musuhnya, akhirnya ketika beliau bersiap memulai Shalat Subuh, Umar Bin Khatab ditikam oleh Abu Lu’luáh, yang mengakibatkan berpulangnya beliau kembali ke Rakhmatullah.

Seorang Rasul yang bernama Muhammad, yang ada dalam dirinya adalah ajakan kepada Allah yang Maha Besar, hanya kepadaNya menundukkan kepala, yanga ada di langit dan bumi bersujud kepadaNya, Dia lah yang Haq dan hanya kepadanya hati dihadapkanNya, dan kepadaNya kita kembali. Sungguh hari kemudian itu lebih baik buat kita dari hari yang sekarang. Ya, hari itu tempat berkumpulnya jiwa dengan segala bentuknya, yang tidak kenal ruang dan waktu, dan segala bentuk kehidupan didunia ini akan terlupakan dengannya. Hari kemudian yang akan disinari cahaya pagi, berkilauan, dan malam gelap yang kelam. Bintang-bintang di langit, bumi dengan gunung-gunungnya, semua akan dihubungkan oleh jiwa yang pasrah, kehidupan inilah yang menjadi tujuan.

Ketika Rasulullah dan istrinya Khadijah sedang mendirikan Shalat, seketika Ali bin Abu Talib menyeruak masuk. Dilihatnya orang sedang Ruku, Sujud, serta membaca beberapa ayat AlQuran. Anak itu tertegun berdiri :” Kepada siapa kalian bersujud?” tanyanya setelah mereka selesai Shalat. “ Kami bersujud kepada Allah” Jawab Rasulullah “ Yang mengutusku menjadi nabi dan memerintahkan aku mengajak manusia menyembah Allah”.
Ali bin Abu Talib adalah anak pertama yaitu sepupu Rasululllah yang memeluk agama Islam, setelah terpesona mendengarkan ayat suci AlQuran. Sempat semalaman gelisah, dan akhirnya memutuskan untuk menuruti ajakan Rasulullah dengan mengatakan “ Tuhan menjadikan aku tanpa harus berunding dengan Abu Talib (ayahnya), Apa gunanya aku harus berunding dengan dia untuk menyembah Allah?”.

Abubakar bin Abi Quhafa dari kabilah Taim adala teman akrab Rasulullah SAW, Orang dewasa yang pertama kali diajak menyembah Allah dan meninggalkan berhala adalah dia. Juga dia adalah laki-laki pertama yang merupakan tempat dia membukakan isi hatinya akan segala yang dilihat serta wahyu yang diterimanya. Jiwa yang mana yang disebut berjiwa besar disamping menyembah Allah masih mau menyembah berhala?. Jiwa yang mana lagi yang bersih masih ragu-ragu membersihkan pakaian dan jiwanya, berderma kepada orang yang membutuhkan dan berbuat kebaikan kepada piatu?. Dia seorang yang rupawan, menjadi kesayangan masyarakat dan amikal sekali, termasuk keturunan yang tinggi, sebagai pedagang berakhlak baik. Ia cukup terkenal, baik dari ilmunya, berdagangnya dan pergaulannya yang baik. Melalui Abubakar diajaknya Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Talha bin Ubaidillah, Saád bin Abi Waqqash, dan banyak lagi yang memeluk agama Islam, datang kepada Nabi dan menerima ajaran Islam dari Nabi sendiri.

Hamzah yang menyatakan beriman, setelah masuk Islam, dan berjanji akan membela dan berkurban di jalan Allah. Ketika itu orang yang cukup disegani, kuat dan gemar berburu dan merupakan saudara sesusuan Rasul, dimana masih memeluk agama bangsa Quraisy, melihat Rasul dicaci, dan menghina dengan kata-kata yang tidak pantas dari Abu Jahl, tapi Rasul tidak melayaninya. Dia marah sekali, lalu menemui Abu Jahl, dan mengangkat busur panah dan dipukulkan sekeras-kerasnya, tanpa ada orang yang berani turut campur. Justru dengan melihat prilaku Rasul beliau memasuki Agama yang lurus ini.

Umar bin Khatab, ketika itu berusia 30-35 tahun, sebagai pemuda temperamental, kuat, tegap, kesenangannya berfoya-foya, minum minuman keras. Akan tetapi kepada keluarganya sangat lembut dan bijaksana. Setelah mengetahuinya beberapa saudaranya Hijrah ke Abisina, untuk menghindari gangguan kaum Quraisy, dia merasa kesepian, sedih berpisah dengan mereka. Timbullah niatnya untuk membunuh Rasul, dengan pikiran bahwa kalau Rasul terbunuh, mereka tidak akan berpisah lagi dengan keluarganya. Ketika Rasul dan beberapa orang yang tidak ikut hijrah berkumpul, diketahui oleh Umar, iapun pergi ketempat mereka. Ditengah jalan dia bertemu dengan Nuáim b. Abdullah, setelah mengetahui maksud Umar, Nuaim berkata : “ Umar, engkau menipu diri sendiri. Kau kira keluarga Ábd Manaf akan membiarkan merajalela begini sesudah engkau membunuh Muhammad?, Tidak lebih baik kau pulang saja kerumah dan perbaiki keluargamu sendiri?”. Karena pada waktu itu saudara perempuannya Fatimah, beserta Saád bin Zaid suaminya telah masuk Islam. Cepat Umar pulang kerumah dan menemui mereka, ditempat itu ia mendengar ada orang yang membaca AlQuran, setelah merasa ada yang mendekati, yang membaca itu bersembunyi dan Fatimah menyembunyikan Kitabnya. “ Aku mendengar suara bisik-bisik, apa itu?” Tanya Umar. Karena mereka tidak mengakui, Umar membentak lagi dengan suara lantang: “ Aku mengetahui, kamu menjadi pengikut Muhammad, dan menganut agamanya!”, katanya sambil menghantam Saíd sekeras-kerasnya, ketika Fatimah melindungi suaminya, fatimah pun kena hantaman, kedua suami istri itu menjadi panas dan berkata : “ Ya, kami sudah Islam!, Sekarang lakukan apa saja”, kata mereka. Tetapi Umar malah gelisah, melihat darah dimuka saudaranya itu, timbul rasa iba dan menyesal. Dimintanya kitab itu dari saudaranya, setelah dibacanya, wajahnya tiba-tiba berubah, Menggetar rasa nya , ada seruan yang begitu luhur. Ia keluar dengan hati yang menjadi bijaksana, tenang lembut, dan menemui Rasul yang sedang berkumpul di Shafa. Ia minta izin masuk, dan menyatakan dirinya masuk Islam. Dengan masuknya Hamzah dan Umar, memperkuat benteng pertahanan Islam ketika itu.

Ada catatan yang sangat penting disini, ialah dakwah yang berkembang sebenarnya teladan yang dilaksanakan Rasulullah SAW sangat baik sekali, penuh bakti dan kasih sayang, rendah hati dan penuh kejantanan, tutur kata lemah lembut dan selalu berlaku adil, hak setiap orang selalu ditunaikan. Kepada kalangan kaum miskin dan yatim serta orang yang sengsara, bagai bapak yang penuh kasih sayang kepada anaknya. Malam Hari bertahajud, membaca wahyu yang disampaikan kepadanya, renungan selalu tentang langit dan bumi, mencari pertanda tentang wujud ini, permohonannya selalu dihadapkan hanya kepada Allah SWT. Dia menyerapkan hidup semesta kedalam dirinya dan kedalam jantung kehidupannya, jelas sudah mengapa para sahabat semakin cinta kepada Islam, setelah menyatakan diri beriman, walau siksaan, derita kehidupan, peperangan, diusir, kehilangan duniawi, bahkan nyawapun mereka siap merelakannya.

Hudzaifah Bin Yaman

Sahabat tokoh penaklukan ini banyak memegang rahasia-rahasia Nabi. Khalifah Umar bin Khattab ra. mengangkatnya menjadi pemerinah di Madain. Pada tahun 642 M, dia berhasil mengalahkan pasukan Persia dalam perang Nahawand, kemudian dia mengikuti perang penaklukan Jazirah Arab dan akhirnya meninggal di kota Madain.

“Jika engkau ingin digolongkan kepada Muhajirin, engkau memang Muhajir. Dan jika engkau ingin digolongkan kepada Anshar, engkau memang seorang Anshar. Pilihlah mana yang engkau sukai. “

Itulah kalimat yang diucapkan Rasulullah kepada Hudzaifah Ibnul Yaman, ketika bertemu pertama kali di Mekah. Mengenai pilihan itu, apakah beliau tergolong Muhajirin atau Anshar ada kisah tersendiri bagi Hudzaifah.

Al-Yaman, ayah Hudzaifah, adalah orang Mekah dari Bani Abbas. Karena sebuah utang darah dalam kaumnya, dia terpaksa menyingkir dari Mekah ke Yastrib (Madinah). Di sana dia meminta perlindungan kepada Bani Abd Asyhal dan bersumpah setia pada mereka untuk menjadi keluarga dalam persukuan Bani Abd Asyhal. Ia kemudian menikah dengan anak perempuan suku Asyhal. Dari perkawinannya itu, lahirlah anaknya, Hudzaifah. Maka, hilanglah halangan yang menghambat Al-Yaman untuk memasuki kota Mekah. Sejak itu dia bebas pulang pergi antara Mekah dan Madinah. Meski demikian, dia lebih banyak tinggal dan menetap di Madinah.

Ketika Islam memancarkan cahanya ke seluruh Jazirah Arab, Al-Yaman termasuk salah seorang dari sepuluh orang Bani Abbas yang berkeinginan menemui Rasulullah dan menyatakan keislamannya. Ini semua terjadi sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah. Sesuai dengan garis keturunan yang berlaku di negeri Arab, yaitu garis keturunan bapak (patriach), maka Hudzaifah adalah orang Mekah yang lahir dan dibesarkan di Madinah.

Hudzaifah Ibnul Yaman lahir di rumah tangga muslim, dipelihara dan dibesarkan dalam pangkuan kedua ibu bapaknya yang telah memeluk agama Allah, sebagai rombongan pertama. Karena itu, Hudzaifah telah Islam sebelum dia bertemu muka dengan Rasulullah .

Kerinduan Hudzaifah hendak bertemu dengan Rasulullah memenuhi setiap rongga hatinya. Sejak masuk Islam, dia senantiasa menunggu-nunggu berita, dan nyinyir bertanya tentang kepribadian dan ciri-ciri beliau. Bila hal itu dijelaskan orang kepadanya, makin bertambah cinta dan kerinduannya kepada Rasulullah.

Pada suatu hari dia berangkat ke Mekah sengaja hendak menemui Rasulullah. Setelah bertemu, Hudzaifah bertanya kepada beliau, “Apakah saya ini seorang Muhajir atau Anshar, ya Rasulullah?”

Jawab Rasulullah, “Jika engkau ingin disebut Muhajir engkau memang seorang muhajir dan jika engkau ingin disebut Anshar, engkau memang orang Anshar. Pilihlah mana yang engkau sukai.”

Hudzaifah menjawab, “Aku memilih Anshar, ya Rasulullah!”

Setelah Rasulullah hijrah ke Madinah, Hudzaifah selalu mendampingi beliau bagaikan seorang kekasih. Hudzaifah turut bersama-sama dalam setiap peperangan yang dipimpinnya, kecuali dalam Perang Badar. Mengapa dia tidak ikut dalam Perang Badar? Soal ini pernah diceritakan oleh Hudzaifah. Ia berkata, “Yang menghalangiku untuk turut berperang dalam peperangan Badar karena saat itu aku dan bapakku sedang pergi keluar Madinah. Dalam perjalanan pulang, kami ditangkap oleh kaum kafir Quraisy seraya bertanya, “Hendak ke mana kalian?”

Mereka menjawab, “Ke Madinah!”
Mereka bertanya, “Kalian hendak menemui Muhammad?”
“Kami hendak pulang ke rumah kami di Madinah,” jawab kami.
Mereka tidak bersedia membebaskan kami, kecuali dengan perjanjian bahwa kami tidak akan membantu Muhammad, dan tidak akan memerangi mereka. Sesudah itu barulah kami dibebaskannya.

Setelah bertemu dengan Rasulullah , kami menceritakan kepada beliau peristiwa tertangkapnya kami oleh kaum kafir Quraisy dan perjanjian dengan mereka. Lalu, kami bertanya kepada beliau tentang apa yang harus kami lakukan.

Rasulullah menjawab, “Batalkan perjanjian itu, dan marilah kita mohon pertolongan Allah untuk mengalahkan mereka!”

Dalam Perang Uhud, Hudzaifah ikut memerangi kaum kafir bersama dengan ayahnya, Al-Yaman. Dalam perang itu, Hudzaifah mendapat cobaan besar. Dia pulang dengan selamat, tetapi bapaknya syahid oleh pedang kaum muslimin sendiri, bukan kaum musyrikin.

Berikut kisahnya, pada hari terjadinya Perang Uhud, Rasulullah menugaskan Al-Yaman (ayah Hudzaifah) dan Tsabit bin Waqsy mengawal benteng tempat para wanita dan anak-anak, karena keduanya sudah lanjut usia. Ketika perang memuncak dan berkecamuk dengan sengit, Al-Yaman berkata kepada temannya, “Bagaimana pendapatmu, apalagi yang harus kita tunggu. Umur kita tinggal seperti lamanya kita menunggu keledai minum dengan puas. Kita mungkin saja mati hari ini atau besok. Apakah tidak lebih baik bila kita ambil pedang, lalu menyerbu ke tengah-tengah musuh membantu Rasulullah. Mudah-mudahan Allah memberi kita rezeki menjadi syuhada bersama-sama dengan nabi-Nya.” Keduanya lalu mengambil pedangnya dan terjun ke medan pertempuran.

Tsabit bin Waqsy memperoleh kemuliaan di sisi Allah. Dia syahid di tangan kaum musyrikin. Tetapi, Al-Yaman menjadi sasaran pedang kaum muslimin sendiri, karena mereka tidak mengenalnya. Hudzaifah berteriak, “Itu bapakku …! Itu bapakku …!” Tetapi sayang, tidak seorang pun yang mendengar teriakannya, sehingga bapaknya jatuh tersungkur oleh pedang teman-temannya sendiri. Hudzaifah tidak berkata apa-apa, kecuali hanya berdoa kepada Allah, “Semoga Allah Taala mengampuni kalian, Dia Maha Pengasih dari yang paling pengasih.”

Rasulullah memutuskan untuk membayar tebusan darah (diyat) bapak Hudzaifah kepada anaknya, Hudzaifah. Hudzaifah berkata, “Bapakku menginginkan supaya dia mati syahid. Keinginannya itu kini telah dicapainya. Wahai Allah! Saksikanlah, sesungguhnya aku menyedekahkan diyat darah bapakku kepada kaum muslimin.”

Maka, dengan pernyataannya itu, penghargaan Rasulullah terhadap Hudzaifah bertambah tinggi dan mendalam.

Rasulullah menilai dalam pribadi Hudzaifah Ibnul Yaman terdapat tiga keistimewaan yang menonjol. Pertama, cerdas, sehingga dia dapat meloloskan diri dalam situasi yang serba sulit. Kedua, cepat tanggap, berpikir cepat, tepat dan jitu, yang dapat dilakukannya setiap diperlukan. Ketiga, cermat memegang rahasia, dan berdisplin tinggi, sehingga tidak seorang pun dapat mengorek yang dirahasiakannya.

Sudah menjadi salah satu kebijaksanaan Rasulullah, berusaha menyingkap keistimewaan para sahabatnya dan menyalurkannya sesuai dengan bakat dan kesanggupan yang terpendam dalam pribadi masing-masing mereka. Yakni, menempatkan seseorang pada tempat yang selaras.

Kesulitan terbesar yang dihadapi kaum muslimin di Madinah ialah kehadiran kaum Yahudi munafik dan sekutu mereka, yang selalu membuat isu-isu dan muslihat jahat, yang selalu dilancarkan mereka terhadap Rasulullah dan para sahabat. Untuk menghadapi kesulitan ini, Rasulullah mempercayakan suatu yang sangat rahasia kepada Hudzaifah Ibnul Yaman, dengan memberikan daftar nama orang munafik itu kepadanya. Itulah suatu rahasia yang tidak pernah bocor kepada siapa pun hingga sekarang, baik kepada para sahabat yang lain atau kepada siapa saja. Dengan mempercayakan hal yang sangat rahasia itu, Rasulullah menugaskan Hudzaifah memonitor setiap gerak-gerik dan kegiatan mereka, untuk mencegah bahaya yang mungkin dilontarkan mereka terhadap Islam dan kaum muslimin. Karena inilah, Hudzaifah Ibnul Yaman digelari oleh para sahabat dengan Shaahibu Sirri Rasulullah (Pemegang Rahasia Rasulullah).

Suatu ketika, Rasulullah memerintahkan Hudzaifah melaksanakan suatu tugas yang amat berbahaya, dan membutuhkan keterampilan luar biasa untuk mengatasinya. Karena itulah, beliau memilih orang yang cerdas, tanggap, dan berdisiplin tinggi. Peristiwa itu terjadi pada puncak peperangan Khandaq. Kaum muslimin telah lama dikepung rapat oleh musuh, sehingga mereka merasakan ujian yang berat, menahan penderitaan yang hampir tidak tertangguhkan, serta kesulitan-kesulitan yang tidak teratasi. Semakin hari situasi semakin gawat, sehingga menggoyahkan hati yang lemah. Bahkan, menjadikan sementara kaum muslimin berprasangka yang tidak wajar terhadap Allah .

Namun begitu, pada saat kaum muslimin mengalami ujian berat dan menentukan itu, kaum Quraisy dan sekutunya yang terdiri dari orang-orang musyrik tidak lebih baik keadaannya daripada yang dialami kaum muslimin. Karena murka-Nya, Allah menimpakan bencana kepada mereka dan melemahkan kekuatannya. Allah meniupkan angin topan yang amat dahsyat, sehingga menerbangkan kemah-kemah mereka, membalikkan periuk, kuali, dan belanga, memadamkan api, menyiramkan muka mereka dengan pasir dan menutup mata dan hidung mereka dengan tanah.

Pada situasi genting dalam sejarah setiap peperangan, pihak yang kalah ialah yang lebih dahulu mengeluh dan pihak yang menang ialah yang dapat bertahan menguasai diri melebihi lawannya. Dalam detik-detik seperti itu, amat diperlukan informasi secepatnya mengenai kondisi musuh, untuk menetapkan penilaian dan landasan dalam mengambil putusan melalui musyawarah.

Ketika itulah Rasulullah membutuhkan keterampilan Hudzaifah Ibnul Yaman untuk mendapatkan info-info yang tepat dan pasti. Maka, beliau memutuskan untuk mengutus Hudzaifah ke jantung pertahanan musuh, dalam kegelapan malam yang hitam pekat. Marilah kita dengarkan dia bercerita, bagaimana dia melaksanakan tugas maut tersebut.

Hudzaifah berkata, “Malam itu kami (tentara muslimin) duduk berbaris, Abu Sufyan dengan dua baris pasukannya kaum musyrikin Mekah mengepung kami sebelah atas. Orang-orang Yahudi Bani Quraizhah berada di sebelah bawah. Yang kami khawatirkan ialah serangan mereka terhadap para wanita dan anak-anak kami. Malam sangat gelap. Belum pernah kami alami gelap malam yang sepekat itu, sehingga tidak dapat melihat anak jari sendiri. Angin bertiup sangat kencang, sehingga desirannya menimbulkan suara bising yang memekakkan. Orang-orang lemah iman, dan orang-orang munafik minta izin pulang kepada Rasulullah, dengan alasan rumah mereka tidak terkunci. Padahal, sebenarnya rumah mereka terkunci.

Setiap orang yang minta izin pulang diberi izin oleh Rasulullah, tidak ada yang dilarang atau ditahan beliau. Semuanya keluar dengan sembunyi-sembunyi, sehingga kami yang tetap bertahan hanya tinggal 300 orang.

Rasulullah berdiri dan berjalan memeriksa kami satu per satu. Setelah beliau sampai di dekatku, aku sedang meringkuk kedinginan. Tidak ada yang melindungi tubuhku dari udara dingin yang menusuk-nusuk, selain sehelai sarung butut kepunyaan istriku, yang hanya dapat menutupi hingga lutut. Beliau mendekatiku yang sedang menggigil, seraya bertanya, “siapa ini!”

“Hudzaifah!” jawabku.

“Hudzaifah!” tanya Rasulullah minta kepastian. “Aku merapat ke tanah, sulit berdiri karena sangat lapar dan dingin.”

“Betul, ya Rasulullah!” jawabku.

“Ada beberapa peristiwa yang dialami musuh. Pergilah engkau ke sana dengan sembunyi-sembunyi untuk mendapatkan data-data yang pasti, dan laporkan kepadaku segera …!” kata beliau memerintah.

Aku bangun dengan ketakutan dan kedinginan yang sangat menusuk. Maka, Rasulullah berdoa, “Wahai Allah! lindungilah dia, dari hadapan, dari belakang, kanan, kiri, atas, dan dari bawah.”

Demi Allah! Sesudah Rasulullah selesai berdoa, ketakutan yang menghantui dalam dadaku dan kedinginan yang menusuk-nusuk tubuhku hilang seketika, sehingga aku merasa segar dan perkasa. Tatkala aku memalingkan diriku dari Rasulullah, beliau memanggilku dan berkata, “Hai, Hudzaifah! sekali-kali jangan melakukan tindakan yang mencurigakan mereka sampai tugasmu selesai, dan kembali kepadaku!”

Jawabku, “Saya siap, ya Rasulullah!”

Lalu, aku pergi dengan sembunyi-sembunyi dan hati-hati sekali, dalam kegelapan malam yang hitam kelam. Aku berhasil menyusup ke jantung pertahanan musuh dengan berlagak seolah-olah aku anggota pasukan mereka. Belum lama aku berada di tengah-tengah mereka, tiba-tiba terdengar Abu Sufyan memberi komando.

Ia berkata, “Hai, pasukan Quraisy! dengarkan aku berbicara kepada kamu sekalian. Aku sangat khawatir, hendaknya pembicaraanku ini jangan sampai terdengar oleh Muhammad. Karena itu, telitilah lebih dahulu setiap orang yang berada di samping kalian masing-masing!”

Mendengar ucapan Abu Sufyan, aku segera memegang tangan orang yang di sampingku seraya bertanya, “Siapa kamu?” Jawabnya, “Aku si Anu, anak si Anu!”

Sesudah dirasanya aman, Abu Sufyan melanjutkan bicaranya, “Hai, pasukan Quraisy! demi Tuhan! Sesungguhnya kita tidak dapat bertahan di sini lebih lama lagi. Hewan-hewan kendaraan kita telah banyak yang mati. Bani Quraizhah berkhianat meninggalkan kita. Angin topan menyerang kita dengan ganas seperti kalian rasakan. Karena itu, berangkatlah kalian sekarang dan tinggalkan tempat ini. Sesungguhnya aku sendiri akan berangkat.”

Selesai berkata demikian, Abu Sufyan kemudian mendekati untanya, melepaskan tali penambat, lalu dinaiki dan dipukulnya. Unta itu bangun dan Abu Sufyan langsung berangkat. Seandainya Rasulullah tidak melarangku melakukan suatu tindakan di luar perintah sebelum datang melapor kepada beliau, sungguh telah kubunuh Abu Sufyan dengan pedangku.

Aku kembali ke pos komando menemui Rasulullah. Kudapati beliau sedang salat di tikar kulit, milik salah seorang istrinya. Tatkala beliau melihatku, didekatkannya kakinya kepadaku dan diulurkannya ujung tikar menyuruhku duduk di dekatnya. Lalu, kulaporkan kepada beliau segala kejadian yang kulihat dan kudengar. Beliau sangat senang dan bersuka hati, serta mengucapkan puji dan syukur kepada Allah .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar